Friday, September 18, 2009

Shalat Ied di Lapangan (2)

Dalil Keempat


Abdur Rahman bin Abis berkata,

سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قِيْلَ لَهُ أَشَهِدْتَ الْعِيْدَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ نَعَمْ وَلَوْلَا مَكَانِيْ مِنَ الصِّغَرِ مَا شَهِدْتُهُ حَتَّى أَتَى الْعَلَمَ الَّذِيْ عِنْدَ دَارِ كَثِيْرِ بْنِ الصَّلْتِ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ وَمَعَهُ بِلَالٌ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ فَرَأَيْتُهُنَّ يَهْوِيْنَ بِأَيْدَيْهِنَّ يَقْذِفْنَهُ فِيْ ثَوْبِ بِلَالٍ ثُمَّ انْطَلَقَ هُوَ وَبِلَالٌ إِلَى بَيْتِهِ

"Aku pernah mendengarkan Ibnu Abbas sedang ditanya, apakah engkau pernah menghadiri shalat ied bersama Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- ? Ibnu Abbas menjawab, ya pernah. Andaikan aku tidak kecil, maka aku tidak akan menyaksikannya, sampai Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mendatangi tanda (yang terdapat di lapangan), di dekat rumah Katsir Ibnu Ash-Shalt. Kemudian beliau shalat dan berkhutbah serta mendatangi para wanita sedang beliau bersama Bilal. Maka nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menasihati mereka, mengingatkan, dan memerintahkan mereka untuk bersedaqah. Lalu aku pun melihat mereka mengulurkan (sedeqah) dengan tangan mereka sambil melemparkannya ke baju Bilal. Kemudian nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan Bilal berangkat menuju ke rumahnya". [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya(934)].

Al-Hafizh-rahimahullah- berkata,
"Ibnu Sa’ad berkata, "Rumah Katsir bin Ash-Sholt merupakan kiblat bagi lapangan di dua hari raya. Rumah itu menurun ke perut lembah Bathhan, suatu lembah di tengah kota Madinah". Selesai ucapan Ibnu Sa’ad".[Lihat Fathul Bari (2/449), cet. Darul Ma’rifah]

Dalil-dalil ini dan lainnya menunjukkan bahwa sholat ied di zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dilaksanakan di lapangan yang berada pada sebelah timur Masjid Nabawi. Dari hadits-hadits inilah para ulama mengambil kesimpulan bahwa sholat ied, petunjuknya dilaksanakan di lapangan, bukan di masjid !!! Inilah petunjuknya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , Sedang sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- .

Ibnu Hazm Azh-Zhohiriy-rahimahullah- berkata dalam Al-Muhalla (5/81),
"Sunnahnya sholat ied, penduduk setiap kampung, dan kota keluar menuju lapangan yang luas, di dekat tempat tinggal mereka di waktu pagi setelah memutihnya matahari, dan ketika awal bolehnya sholat sunnah".

Imam Al-Ainiy Al-Hanafiy -rahimahullah- berkata,
"Dalam hadits ini terdapat anjuran keluar menuju lapangan, dan tidak melaksanakan shalat ied di masjid, kecuali karena darurat". [Lihat Umdah Al-Qoriy (6/280)].

Imam Malik bin Anas-rahimahullah- berkata dalam Al-Mudawwanah Al-Kubra (1/245),
"Seorang tidak boleh shalat ied di dua hari raya pada dua tempat; mereka juga tidak boleh shalat di masjid mereka, tapi mereka harus keluar (ke lapangan) sebagaimana Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar (menuju lapangan)".

Ibnu Qudamah -rahimahullah- berkata dalam Al-Mughniy (2/229),
"Sunnahnya seorang shalat ied di lapangan. Ali -radhiyallahu ‘anhu- telah memerintahkan hal tersebut dan dianggap suatu pendapat yang baik oleh Al-Auza’iy dan ahli ra’yi. Ini adalah pendapat Ibnul Mundzir… Kami (Ibnu Qudamah) memiliki dalil bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar menuju lapangan, dan meninggalkan masjidnya, demikian pula para khulafaurrasyidin setelahnya.

Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- tidaklah meninggalkan perkara yang lebih afdhol (sholat ied di masjidnya), padahal ia dekat, lalu beliau memaksakan diri melakukan perkara yang kurang (yaitu shalat di lapangan), padahal ia lebih jauh. Jadi nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- tidaklah mensyariatkan umatnya untuk meninggalkan perkara-perkara yang afdhol. Kita juga diperintahkan untuk mengikuti Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , dan berteladan kepadanya. Maka tidak mungkin suatu yang diperintahkan adalah kekurangan, dan sesuatu yang dilarang merupakan sesuatu yang sempurna.

Tidak dinukil dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau shalat ied di masjidnya, kecuali karena udzur. Ini juga merupakan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin, karena manusia pada setiap zaman dan tempat, mereka keluar menuju lapangan untuk melaksanakan shalat ied di dalamnya, padahal masjid luas dan sempit.

Dulu nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- laksanakan shalat ied di lapangan, padahal masjidnya mulia, dan juga shalat sunnah di rumah lebih utama dibandingkan shalat sunnah di masjid Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , padahal ia lebih utama".

Inilah beberapa dalil dan komentar para ulama kita yang menghilangkan dahaga bagi orang yang haus ilmu; mengangkat syubhat, dan keraguan dari hati. Semoga dengan risalah ringkas ini kaum muslimin bisa menyatukan langkah dalam melaksanakan sholat ied sehingga persatuan dan kebersamaan diantara mereka semakin kuat, membuat orang-orang kafir gentar dan segan.


Sumber: Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 34 Tahun I.

No comments: