Friday, September 18, 2009

Tuntunan Rosululloh Dalam Menyambut Sepuluh Hari Terakhir

Berikut ini ulasan ringkas tentang beberapa petunjuk Nabi shallallahu'alaihi wasallam., berkenaan dengan aktivitas beliau pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan:


1. Beliau shallallahu'alaihi wasallam., Bersungguh-sungguh Di Dalam Beribadah

Nabi shallallahu'alaihi wasallam., menambah frekuensi ibadahnya pada al-‘Asyrul Awaakhir (sepuluh hari terakhir) di bulan Ramadhan dan bersungguh-sungguh di dalamnya. Dan hal seperti ini tidak pernah dilakukannya pada selain hari-hari tersebut. Seluruh hari-harinya dihabiskannya untuk beribadah, berseah diri dan berzikir.

Dalam hal ini, isteri beliau; ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiallahu'anha., menjelaskan, “Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam., sangat bersungguh-sungguh pada al-‘Asyrul Awaakhir, sesuatu yang tidak beliau lakukan pada selain hari-hari tersebut.” (HR Muslim)

‘Aisyah berkata lagi, “Bila memasuki al-‘Asyrul Awaakhir, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam., menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya serta bersungguh-sungguh dan bergiat sekali.” (HR Muslim)

Ali bin Abu Thalib berkata, “Bila menginjak al-‘Asyrul Awaakhir, Nabi shallallahu'alaihi wasallam., benar-benar sungguh-sungguh dan tidak meniduri isteri-isterinya.”(HR Baihaqi dan dinilai Hasan oleh penahqiq Musnad Imam Ahmad)

2. Melakukan Qiyamul Lail (Shalat Malam)

Qiyamul Lail yang dilakukan oleh beliau pada al-‘Asyrul Awaakhir ini memiliki keistimewaan tersendiri, diantaranya:

Bahwa beliau dalam shalatnya tidak melebihi sebelas raka’at, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallahu'anha., dia berkata, “Rasulullah tidak menambah (raka’at shalatnya) baik di bulan Ramadhan ataupun selainnya melebihi sebelas raka’at.” (HR al-Bukhari)

Beliau memanjangkan shalatnya tersebut (melamakan temponya), sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallahu'anha., ketika ditanya, “Bagaimana shalat Rasulullah di bulan Ramadhan?.” Dia menjawab, “Beliau tidak menambah (raka’at shalatnya) baik di bulan Ramadhan ataupun selainnya melebihi sebelas raka’at. Beliau shalat empat raka’at, dan (mengenainya) jangan ditanya bagaimana indah dan panjang (lama)-nya, kemudian shalat empat raka’at lagi, dan (mengenainya) jangan ditanya bagaimana indah dan panjang (lama)-nya, kemudian shalat tiga raka’at. Lalu aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Apakah engkau tidur sebelum shalat witir?, beliau bersabda, “Wahai ‘Aisyah! Sesunguhnya kedua mataku ini tidur akan tetapi hatiku tidak tidur.” (HR al-Bukhari)

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh an-Nu’man bin Basyir radhiallahu'anhu., dia berkata, “Kami melakukan shalat malam bersama Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam., pada bulan Ramadhan, malam ke duapuluh tiga (dan berakhir) sampai sepertiga malam pertama, kemudian kami lakukan lagi bersama beliau malam ke duapuluh lima (dan berakhir) sampai setengah malam, kemudian kami lakukan lagi bersamanya pada malam ke duapuluh tujuh (dan berakhir) sampai kami menyangka bahwa kami tidak mendapatkan sahur karenanya.” (HR an-Nasa`iy)

3. Beliau Menyetor (Hafalan) al-Qur’an Kepada Jibril ‘alaihissalaam

Diantara hal yang menguatkannya adalah hadits Ibn ‘Abbas radhiallahu'anhu. Di dalamnya terdapat ungkapan, “…Jibril Alaihis salam., menemui beliau shallallahu'alaihi wasallam., setiap malam di bulan Ramadhan hingga berakhirnya. Ketika itu, Nabi shallallahu'alaihi wasallam., menyetor (hafalan) al-Qur’an kepadanya.” (HR al-Bukhari).

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Fathimah radhiallahu'anha., disebutkan sabda beliau (artinya), “…Sesungguhnya Jibril Alaihis salam., mengetengahkan kepadaku al-Qur’an sekali setiap tahunnya, sedangkan tahun ini berlangsung dua kali.” (HR al-Bukhari)

Sabda beliau shallallahu'alaihi wasallam., “mengetengahkan” dan perkataan Ibnu ‘Abbas radhiallahu'anhu., dalam riwayat yang lain: “(Jibril) membelajarkannya”; mengandung pengertian bahwa terkadang satu dari keduanya membaca dan yang satu lagi mendengarkan, begitu pula sebaliknya.” (Lihat: Fathul Bari, VIII, hal. 659)

4. Beliau Amat Tawadhu’ dan Menampakkan Kezuhudan

Diantara indikasi yang menguatkannya adalah sebagai berikut:

Mengalirnya air hujan dari atas atap masjid membasahi tempat beliau shalat. Demikian pula, kondisi beliau yang sujud di atas tanah yang bercampur air sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu'anhu., dia berkata, “lalu langit menjadi mendung pada malam itu kemudian turun hujan membasahi masjid, persis di tempat shalat Nabi shallallahu'alaihi wasallam., pada malam ke duapuluh satu. Lalu mataku memandangi Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam., dan melihatnya keluar dari shalat shubuh dalam kondisi wajahnya yang penuh dengan lumuran tanah bercampur air.” (HR.Bukhari)

Ketika Qiyamul lail, beliau melakukannya di atas sehelai tikar, sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiallahu'anhu., dia berkata, “Dulu orang-orang melakukan shalat secara terpisah-pisah, lalu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam., memerintahkanku agar membentangkan sehelai tikar untuknya, lalu beliau shalat diatasnya.” (HR Abu Daud, no.1374. Syaikh al-Albany berkata di dalam Shahih Sunan Abi Daud, ‘Hasan Shahîh’)

Ketika i’tikaf beliau singgah di rumah yang terbuat dari pelepah kurma. (Lihat: hadits Ibn ‘Umar, diriwayatkan oleh Ahmad. Penahqiqnya, Syaikh al-Arna`uth berkata, ‘Hadits Shahih)

Sedikitnya makanan yang dimakan oleh beliau. (Lihat: hadits Dlumrah bin ‘Abdullah bin Unais dari ayahnya, Sunan Abu Daud, no.1379. Syaikh al-Albany mengomentari, ‘Hasan Shahih’)

5. Beliau Melakukan I’tikaf pada al-‘Asyrul Awaakhir

Nabi shallallahu'alaihi wasallam., beri’tikaf pada al-‘Asyrul Awaakhir dari bulan Ramadhan dan memasang tempat khusus baginya di dalam masjid seraya menyendiri untuk menghadap Rabb-Nya meskipun di tengah kesibukan beliau dengan dakwah, tarbiyah, pengajaran dan jihad. Di antara indikasinya adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Anas radhiallahu'anhu., dia berkata, “Nabi shallallahu'alaihi wasallam., beri’tikaf pada al-‘Asyrul Awaakhir dari bulan Ramadhan.” (HR at-Turmuzy, dia berkata, hadits Hasan Shahih. Hadits ini juga dinilai Shahih oleh Syaikh al-Albany dalam kitabnya Shahih as-Sunan).

6. Beliau Antusias mencari Lailatul Qadr

Malam Lailatul Qadr adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan dan Nabi shallallahu'alaihi wasallam., antusias dan secara sungguh-sungguh mencarinya dengan menambah frekuensi ibadah beliau melebihi ibadah yang beliau lakukan pada hari-hari lainnya. Di antara hal yang menguatkannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu'anhu., bahwasanya Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam., bersabda, “Sesungguhnya aku beri’tikaf pada sepuluh hari pertama untuk mencari malam ini (Lailatul Qadr), kemudian aku beri’tikaf lagi pada sepuluh pertengahan, kemudian aku didatangi dan dikatakan kepadaku, ‘sesungguhnya ia ada pada sepuluh hari terakhir (al-‘Asyrul AwAkhir).’ Barangsiapa di antara kamu yang ingin beri’itikaf, maka beri’tikaflah.!” Lalu orang-orangpun beri’tikaf bersama beliau.” (HR Muslim)

ADA 13 TUNTUNAN..
SELENGKAPNYA BISA DI BACA DI FORUM GROUP ANA INI...

http://www.facebook.com/topic.php?topic=9891&uid=108539988246#/topic.php?uid=108539988246&topic=9891

Semoga bermanfaat wahai saudar2ku..
Aku mencintai kalian karena Allah ..
ASSALAMU'ALAIKUM WAROHMATULLOH WABAROKATUH

No comments: